
Aspek motorik bagi anak usia dini merupakan koridor esensial dalam menstimulasi beragam aspek perkembangan anak. Dyspraxia merupakan salah satu dampak yang diterima bila stimulasi area motorik tidak berjalan optimal bagi anak usia dini. Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-Fifth Edition atau DSM-V (2013), dyspraxia merupakan istilah lain dari Developmental Coordination Disorder (DCD) yang termasuk dalam bab Motor Disorders, yaitu gangguan perkembangan koordinasi yang menyebabkan signifikan dalam aktivitas sehari-hari dan/atau kegiatan pembelajaran yang melibatkan kegiatan motorik. Sedang Jean Ayres yang merupakan ahli terapi okupasi berkebangsaan Amerika mengatakan dyspraxia merupakan gangguan praxis untuk merencanakan dan melaksanakan tindakan motorik baru secara terarah, anak dengan dyspraxia mengalami kesulitan dalam menyusun urutan gerakan dari ide ke tindakan nyata.
Faktor yang menyebabkan anak mengalami gangguan dyspraxia, di jelaskan oleh dr.Budi pada saat pelatihan Penyelarasan Vestibular dan Taktil (PVT) tempo hari di KB-TK Labschool. Pertama-tama dilihat ketika momen kelahiran anak. Prosesi melahirkan yang optimal mampu memaksimalkan kontraksi rahim kepada bayi dalam memposisikan organ vestibular dengan ideal. dr.Bagus mengatakan derajat yang ideal bagi organ vestibular pada anak adalah 25,7o. Derajat ini di dapat pada proses kelahiran yang normal, tanpa Cessar, batasan umur ibu melahirkan 23-33 tahun, status gizi seimbang, jarak kehamilan 4 tahun (jika melahirkan anak kedua), postur tubuh ideal minimal 155cm, dll. Ketika pasca kelahiran, bayi akan melakukan symetri tonus neck reflex’s (STNR) dan Asymetri Tonus Neck Reflex’s (ATNR) atau dikenal dengan ogong-ogong dan merangkak, gerakan ini dilakukan oleh bayi dalam mempertahankan diri dan melawan pengaruh gravitasi bumi guna menyelaraskan antara taktil dan sensori anak.
Dalam konteks pendidikan, beberapa perilaku sederhana yang dapat diamati oleh guru di sekolah sebagai langkah awal dalam deteksi dini anak dengan gangguan dyspraxia, antara lain : (1) terlihat canggung, (2) sering menjatuhkan atau memecahkan benda dalam konteks memegang suatu barang, (3) kesulitan dalam mengontrol kemampuan motorik kasar dan/atau motorik halus, (4) lamban dalam mempelajari gerakan baru, dan (5) kesulitan mengurutkan gerakan secara teratur. Adapun dampak yang di hasilkan pada individu anak dengan gangguan dyspraxia ini dijabarkan oleh Sujatha, dkk dalam penelitian berjudul “Developmental coordination disorder in school children- A systematic review”, antara lain : kesulitan dalam menulis, mengikat tali sepatu, mengkancing baju, aktualisasi gerakan yang membutuhkan koordinasi mata-tangan, gerakan berurutan yang kompleks, berisiko kualitas hidup terkait kesehatan yang rendah (Health-Related Quality of Life), dan intensitas rendah dalam menghasilkan teks dari pada teman seusianya.
Sinergitas metode PV2T dan PNF
Program PV2T (Penyelarasan Vestibular, Visceroseptik, dan Taktil) hadir sebagai intervensi dalam menyelaraskan taktil dan sensori anak secara terstruktur dan berirama. Tujuannya adalah membentuk crossing the midline (orientasi tubuh terhadap garis tengah), meningkatkan fokus, dan memperbaiki perilaku. Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF) adalah metode fisioterapi yang menekankan pada gerakan spiral dan diagonal, kontraksi otot, serta stimulasi proprioseptif untuk meningkatkan koordinasi dan fleksibilitas.
Pengertian mengenai PNF juga di definisikan dalam jurnal The Proprioceptive Neuromuscular Facilitation Concept in Parkinson Disease: A Systematic Review and Meta-Analysis, yang menempatkan PNF ini sebagai sebuah pendekatan dalam fisioterapi yang diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan atau mempercepat respons sistem neuromuskular melalui rangsangan terhadap proprioseptor. Tujuan utamanya adalah mengoptimalkan gerakan fungsional dengan memanfaatkan teknik fasilitasi, inhibisi, penguatan, serta relaksasi kelompok otot. Dalam penerapannya, digunakan kontraksi otot secara konsentris, eksentrik, dan isometrik yang dipadukan dengan pemberian tahanan secara bertahap dan prosedur fasilitasi yang disesuaikan dengan kebutuhan individu, serta diterapkan melalui pola gerakan diagonal.
Meskipun teknik PNF seperti hold-relax terlalu kompleks untuk anak usia dini, prinsip-prinsip dasarnya dapat diadaptasi dalam bentuk permainan motorik. Contohnya: koordinasi silang tubuh seperti menyentuh siku ke lutut lawan arah, gerakan spiral seperti memutar tubuh untuk mengambil benda, animal walks – jalan menyerupai hewan, dan latihan keseimbangan seperti berjalan di garis lurus atau berdiri satu kaki.
Di KB-TK Labschool teknik yang berkenaan dengan pendekatan PV2T – PNF telah di terapkan dalam kegiatan stimulasi motorik bagi anak hebat, seperti pada program sensory movement dengan melakukan gerakan merangkak yang disertakan dengan mengangkat tangan dan kaki yang membentuk garis diagonal, tepuk tangan silang, dan mendorong & menarik ban bekas. Pada program sensory swimming dapat diimplementasi seperti gerakan diagonal arm sweep – anak diminta mengayun lengan secara diagonal di dalam air menyerupai gerakan melempar bola dari bahu ke pinggang berlawanan, mendorong atau menarik benda terapung besar (misalnya menggunakan swimming board atau bola air), dan gerakan mengayunkan satu kaki ke belakang dan tangan berlawanan ke depan secara bergantian.
Aktivitas tersebut tidak hanya menyenangkan, tetapi juga memperkuat koneksi saraf antara otak dan tubuh, meningkatkan kesadaran tubuh, dan memfasilitasi kontrol gerakan yang lebih baik. Guru juga dapat mengimplementasi 2 metode ini ke dalam bentuk permainan yang menyenangkan dengan mengikuti prinsip-prinsip milestone perkembangan gerak anak usia 0-1 tahun (gerak perseptual tradisional) yang ditandai dengan munculnya 13 reflex primitif, gerak adaptasi (gerak perseptual sensorik), eksplorasi gerak fungsional (7 pola gerak), hingga readiness (fundamental movement skill).
Menggabungkan PV2T dan prinsip PNF dalam pembelajaran PAUD inklusif menciptakan pendekatan holistik yang mendukung anak secara fisik, emosional, dan kognitif. Anak-anak dengan risiko Dyspraxia dapat memperoleh manfaat besar dari stimulasi sensorimotor yang konsisten dan menyenangkan. Lebih dari sekadar mengajarkan calistung, pendekatan ini membangun fondasi perkembangan yang kokoh. Dengan lingkungan yang penuh kasih (Asih), dukungan fisik dan nutrisi (Asuh), serta stimulasi terstruktur (Asah), anak-anak dapat berkembang sesuai potensi unik mereka.
Kesimpulannya, pembelajaran motorik pada anak usia dini harus dipahami sebagai proses integratif yang melibatkan seluruh sistem sensorik dan motorik tubuh. Pendekatan PV2T dan prinsip PNF memberikan kerangka kerja yang kuat untuk mendukung anak-anak, terutama yang memiliki kebutuhan khusus seperti dyspraxia. Dengan mengedepankan stimulasi sensorimotor yang menyenangkan dan bermakna, serta mengakui pentingnya aspek propriosepsi sebagai indera keenam dan fondasi dasar piramida belajar, pendidikan inklusif dapat menjadi ruang tumbuh yang optimal bagi setiap anak.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Z., & Awalludin, A. (2020). Motoric stimulation on early childhood development. In Proceedings of the 3rd International Conference on Education, Science, and Technology (ICEST 2019) (Vol. 481, pp. 88–92). Atlantis Press. https://doi.org/10.2991/assehr.k.200311.018
Alexandre de Assis, I. S., Luvizutto, G. J., Magrini Bruno, A. C., & Sande de Souza, L. A. P. (2020). The proprioceptive neuromuscular facilitation concept in Parkinson disease: A systematic review and meta-analysis. Journal of Chiropractic Medicine, 19(3), 181–187. https://doi.org/10.1016/j.jcm.2020.07.003
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Washington, DC: Author.
Ayres, A. J. (2005). Sensory integration and the child: Understanding hidden sensory challenges. Los Angeles, CA: Western Psychological Services.
Bundy, A. C., & Murray, A. E. (2002). Sensory integration: A. Jean Ayres’ theory revisited. In A. C. Bundy, S. J. Lane, & E. A. Murray (Eds.), Sensory integration: Theory and practice (2nd ed., pp. 3–33). Philadelphia, PA: F. A. Davis.
Budi, B. S. (2023). The effect of PV2T exercise on the progress of social-emotional development of dyspraxia children in early childhood education. [Unpublished manuscript].
Lane, S. J., Mailloux, Z., Schoen, S., Bundy, A., May-Benson, T. A., Parham, L. D., Smith Roley, S., & Schaaf, R. C. (2019). Neural foundations of Ayres Sensory Integration®. Brain Sciences, 9(7), 153. https://doi.org/10.3390/brainsci9070153
Smedes, F. (2022). The essential elements of the PNF-concept, an educational narrative. Journal of Physical Medicine and Rehabilitation, 4(2), 37–48. https://doi.org/10.33696/rehabilitation.4.030
Sujatha, et al. (n.d.). Developmental coordination disorder in school children: A systematic review.
KB-TK Labschool UNJ adalah lembaga pendidikan anak usia dini di bawah naungan Universitas Negeri Jakarta yang berkomitmen memberikan layanan pendidikan berkualitas. Dengan mengusung pendekatan pembelajaran holistik, kreatif, dan berpusat pada anak.
KB-TK Labschool UNJ adalah lembaga pendidikan anak usia dini di bawah naungan Universitas Negeri Jakarta yang berkomitmen memberikan layanan pendidikan berkualitas. Dengan mengusung pendekatan pembelajaran holistik, kreatif, dan berpusat pada anak.
Jl. Pemuda Kompleks UNJ Rawamangun Jakarta Timur, DKI Jakarta 13220
021 – 4757376
kbtklabschool@gmail.com